”Saat itu waktu sudah menunjukan lewat jam 12 malam, namun
mobil yang saya kendarai masih harus berjuang menembus jalan sempit yang diselimuti kegelapan malam pedalaman Jawa Barat.”
“Sambil mengemudi, saya lihat melalui kaca spion Bapak sedang
tertidur di kursi tengah. Sepertinya dingin angin malam yang berhembus
melewati celah kecil jendela mobil yang dibuka mampu meninabobokan
Bapak.
Memang sebelumnya Bapak meminta agar AC mobil dimatikan saja untuk menghemat pemakaian
BBM,
toh udara malam pegunungan Jawa Barat yang berhembus ke dalam mobil
sudah lebih dari cukup untuk mendinginkan suhu kabin mobil yang kami
tumpangi.”
“Bapak memang harus pintar-pintar mencari celah waktu untuk
beristirahat. Hari ini saja, sudah enam agenda kerja yang Bapak
selesaikan di enam tempat yang berbeda. Perjalanan menuju tempat
kegiatan ketujuh ini Bapak gunakan untuk tidur.
Kalau Bapak memilih tidur beristirahat selama perjalanan, maka biasanya
saya memilih beristirahat tidur di mobil sambil menunggu Bapak
menyelesaikan kegiatannya.
Berbeda dengan majikan-majikan lain yang segera menelepon sopirnya
masing-masing memberi perintah untuk merapat menjemput, maka Bapak lebih
sering berkeliling tempat parkir mencari mobilnya. Setelah ketemu,
dengan tenang bapak akan membangunkan saya sambil bertanya apakan saya
masih mengantuk. Jika saya masih mengantuk, dengan senang hati Bapak
akan mengambil alih kemudi mobil. Tidak jarang Bapak malah yang
menyupiri saya.”
“Di kegelapan malam itu mobil terpaksa saya pacu lebih kencang
larinya karena harus mendaki sebuah tanjakan yang sangat terjal. Ketika
mobil sedang mendaki dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba jalan berbelok
tajam ke kiri. Kecepatan mobil terlalu cepat untuk berbelok tajam secara
mendadak! Bila dipaksakan juga, bisa-bisa mobil akan terguling!!!
Secara reflek segera saya injak pedal rem dalam-dalam!!! Decitan suara
ban bergesekan dengan tanah melengking memecah kesunyian malam
mengalahkan takbir yang saya teriakan dalam kepanikan saya”.
“Mobil Alphard yang saya kendarai mengayun keras karena direm secara
mendadak, tubuh saya pasti terhempas keras menghantam kemudi bila tidak
tertahan sabuk pengaman yang mencengkram erat pinggang dan pundak saya”.
“Jantung berdebar kencang… Segera saya melirik kaca spion melihat
keadaan Bapak yang tadi tertidur di kursi penumpang belakang…. Jantung
yang tadinya berdebar kencang mendadak sontak terhenti ketika saya lihat
semua kursi penumpang dalam keadaan kosong… Di mana Bapak??!!”.
“Abaaaaah!!!
Tidak sadar saya berteriak panik memanggil bos besar saya sambil mencari keberadaannya.”
“Terbayang hukuman keras macam apa yang akan mendera saya apabila
sampai ada sesuatu yang menimpa Bapak akibat kesalahan dan keteledoran
saya.
Bapak dikenal luas sebagai pimpinan yang tegas dan keras. Jangankan
karyawan kecil seperti saya, direktur petinggi perusahaan yang dulu
Bapak pimpin pun tidak luput dari pemecatan sekaligus dilaporkan ke
Kepolisian ketika ketahuan menyalah gunakan wewenang. Bahkan adik
kandung kesayangannya pun Bapak pecat tanpa pesangon karena tidak bisa
memenuhi standar kerja yang Bapak terapkan.
Namun apapun hukumannya, seberat apa pun itu, tidak akan mampu mengalahkan perasaan bersalah saya sendiri.
Saya tidak akan mungkin mengampuni dan memaafkan diri saya sendiri
apabila sampai terjadi sesuatu menimpa Bapak karena kelalaian saya…
Apalagi jika Bapak sampai…”
“….ABAAAAAAH !!! Teriakan keras saya seakan menggambarkan kepanikan, ketakutan, sekaligus penyesalan saya”.
“Tiba-tiba terdengar suara tanpa terlihat dari mana sumbernya… Sudah,
sudah, tenang, tenang, anda tenang saja. Saya tidak kenapa-napa kok,
ini saya cuma jatuh dari kursi saja. Ga kenapa-napa… Begitu suara yang
saya dengar.”
Saya melihat ke bawah, Bapak tampak ngejoprak di lantai mobil tertutup jaket, baju, dan kertas-kertas yang bertebaran”.
“Bapak berkata lagi… Anda tenang saja, saya tidak apa-apa… Anda tidak
salah, saya yang salah… Saya minta maaf karena tadi saya tertidur dan
saya tidak pakai seatbelt… Saya yang salah, saya minta maaf… Maaf sudah
membuat anda panik…”
“Ingin rasanya saya menangis… Belum sempat saya meminta maaf, malah
Bapak yang duluan minta maaf… Sesak rasanya dada saya dipenuhi rasa
kagum dan syukur mengetahui kebesaran jiwa majikan saya yang satu ini.
Tidak heran sampai dini hari ini ada puluhan “bawahannya” yang setia
menanti kedatangan Bapak sampai jam 1 pagi hanya untuk memperlihatkan
secara langsung hasil kerja mereka kepada Bapak.
Tidak heran jutaan orang mengelu-elukan dan meneriakan dukungan kepada Bapak kemanapun Bapak berkunjung.”
(Zaenudin, Supir Pribadi
Dahlan Iskan)
Source : http://dahlanis.com